Jadi, sekolah masa depan yang prospektif adalah sekolah yang mengandung keunggulan lokal: kurikulum dan rancangan pembelajaran tidak hanya menitikberatkan pada aspek peningkatan pengetahuan siswa saja tetapi juga pertumbuhan pribadi, keterampilan hidup dan belajar untuk belajar; pengelolaan sekolah berdasarkan sebuah Sistim Manajemen Mutu yang secara terintegrasi menjadi pedoman dalam usaha untuk merencanakan, mengatur, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran.
Para guru dalam menyelenggarakan kegiatan pembelajaran tidak hanya terpaku pada satu metode saja, melainkan berinovasi menciptakan suasana belajar yang membuat para murid untuk aktif dan senang belajar. Paradigma, sikap dan perilaku guru tidak lagi mencerminkan seseorang yang superior; perlu dihormati, mengetahui segala hal (Mr. Knowall), tidak pernah salah, dsbnya, melainkan sebagai seorang individu yang bersama-sama dengan siswa mencari dan menggali ilmu pengetahuan. Guru menjadi teman bagi siswa dalam belajar.
Program-program kesiswaan dirancang secara efektif dalam melayani dan membatu beragam minat, bakat dan gaya belajar siswa. Para siswa diberikan kesempatan yang sebesar- besarnya melalui program-program tersebut untuk berkembang secara penuh melalui minat dan bakat masing-masing.
Sarana dan prasarana dalam mendukung penyelenggaran pendidikan tersedia secara memadai, namun tidak hanya sebagai pajangan (show case), melainkan benar-benar dimanfaatkan dalam proses pembelajaran dan digunakan semata-mata untuk kepentingan meningkatkan pembelajaran para siswa.
Melibatkan dan mengelola lingkungan masyarakat, antara lain para orang tua murid, masyarakat lokal, maupun sektor industri, menjadi salah satu sumber pembelajaran bagi para murid, sehingga para murid lebih siap untuk kelak terjun kembali ke masyarakat.
Adapun penyusunan program peningkatan mutu sekolah masa depan dengan mengaplikasikan empat teknik: Pertama, School review: Suatu proses dimana seluruh komponen sekolah bekerja sama khususnya dengan orang tua dan tenaga profesional (ahli) untuk mengevaluasi dan menilai efektivitas sekolah, serta mutu lulusan. School review dilakukan untuk menjawab pertanyaan berikut: (1) Apakah yang dicapai sekolah sudah sesuai dengan harapan orang tua siswa dan siswa sendiri?; (2). Bagaimana prestasi siswa? (3) Faktor apakah yang menghambat upaya untuk meningkatkan mutu?; (4) Apakah faktor-faktor pendukung yang dimiliki sekolah?;
Kedua, Benchmarking: Suatu kegiatan untuk menetapkan standar dan target yang akan dicapai dalam suatu periode tertentu. Benchmarking dapat diaplikasikan untuk individu, kelompok ataupun lembaga. Tiga pertanyaan mendasar yang akan dijawab oleh benchmarking adalah: (1) Seberapa baik kondisi kita; (2) Harus menjadi seberapa baik?; (3) Bagaimana cara untuk mencapai yang baik tersebut?
Ketiga, Quality assurance: Suatu teknik untuk menentukan bahwa proses pendidikan telah berlangsung sebagaimana seharusnya. Dengan teknik ini akan dapat dideteksi adanya penyimpangan yang terjadi pada proses. Teknik menekankan pada monitoring yang berkesinambungan, dan melembaga, menjadi subsistem sekolah. Quality assurance akan menghasilkan informasi: Merupakan umpan balik bagi sekolah dan memberikan jaminan bagi orang tua siswa bahwa sekolah senantiasa memberikan pelayanan terbaik bagi siswa.
Keempat, Quality control: Suatu sistem untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan kualitas output yang tidak sesuai dengan standar. Quality control memerlukan indikator kualitas yang jelas dan pasti, sehingga dapat ditentukan penyimpangan kualitas yang terjadi. (Panduan Manajemen Sekolah (2000)
Jadi inti dari sekolah masa depan harus disusun dan dibuat berdasarkan data (grounded theory) bukan hanya hayalan belaka, bukan ‘main agak-agak’. Guru dalam penyusunan silabus dan RPP dibuat berdasarkan data hasil penelitian pendahuluan (preliminary study) terhadap anak didiknya dalam rangka melakukan analisis kebutuhan (need analysis) terhadap peserta didik. Misalnya, penentuan tehnik, strategi, metode, pendekatan, buku ajar, alokasi waktu yang akan digunakan guru dalam proses pembelajaran merupakan hasil dari penelitian pendahuluan yang berisi analisa kebutuhan siswa bukan ‘main agak-agak’ seperti yang terjadi selama ini.
Setiap kegiatan dan program sekolah punya instrumen keberhasilan dan kegagalan yang dilakukan secara komprehensif, bukan dengan pola ‘like atau dislike’. Instrumen itu dibuat berdasarkan ‘grounded theory’, diakui validitas, realibilitas dan objektivitasnya. Apapun hasil akhir dari sebuah program dan kegiatan selalu diikuti dengan ‘reward and punishment’.
Hal yang paling penting, para pengelola pendidikan harus memiliki data pembanding yang akurat terhadap sebuah keberhasilan dan kegagalan: hal apa saja yang berhasil dan yang belum berhasil sehingga pihak pelaksana bisa belajar dari informasi tersebut; Yang gagal akan menggunakan informasi tersebut sebagai pelajaran dimasa yang akan datang dan yang berhasil akan menggunakan informasi tersebut sebagai penambah kepercayaan untuk kegiatan yang serupa dimasa yang akan datang.
Sudah saatnya sekolah diberi mandat dan kepercayaan penuh dalam mengelola pendidikan tanpa harus menghadapi berbagai intervensi politik dan kepentingan penguasa sehingga model akuntabilitas pendidikan berimbang dimaksud dapat diimplementasikan. Kemandirian sekolah merupakan prasyarat utama dalam melakukan perubahan dan perbaikan kualitas pendidikan yang hakiki.
Di samping itu, semua pihak pengelola pendidikan harus bersinergi mengelola pendidikan secara komprehensif dan holistik. Artinya, semua insan pendidikan berada dalam jalan dan prinsip yang sama, seiya-sekata dalam menggerak dunia pendidikan. Untuk itu, harus ada ‘tes kejujuran’ kepada semua pihak supaya tidak ada pengelola pendidikan yang ‘pura-pura’ menguasai pendidikan, padahal tidak tahu sama sekali atau hanya menunggu perintah ‘atasan’ dan tidak punya inisiatif sama sekali.****